Penyakit tuberkulosis resistan obat (TBC-RO) adalah salah satu tantangan besar dalam dunia kesehatan. TBC-RO Tidak hanya memerlukan pengobatan yang lebih lama dan kompleks, ternyata banyak pasien TBC-RO juga menghadapi masalah serius lainnya, yaitu kekurangan gizi.
Kekurangan gizi adalah kondisi ketika tubuh tidak memperoleh cukup nutrisi penting untuk berfungsi dengan baik. Hal ini bisa berupa kekurangan energi (kalori), protein, lemak, karbohidrat, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Bagi penderita penyakit kronis seperti Tuberkulosis Resistan Obat (TBC-RO), kekurangan gizi bukan hanya memperburuk kondisi tubuh, tapi juga bisa menghambat proses penyembuhan.
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di tiga rumah sakit rujukan di Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas pasien TBC-RO mengalami kekurangan asupan gizi makro yaitu kalori, protein, lemak, dan karbohidrat. Padahal, pemenuhan nutrisi adalah kunci penting dalam proses penyembuhan.
Penelitian ini melibatkan 63 pasien TBC-RO di tiga RS rujukan. Sebanyak 68% pasien berada pada kategori berat badan kurang (IMT <18,5). Peneliti mencatat asupan makanan pasien menggunakan metode food recall 24 jam pada saat pasien menjalani pengobatan TB setelah satu bulan. Hasil data yang didapat mengenai asupan energi, rotein, lemak, karbohidrat harian pasien, lalu dibandingkan dengan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari Kementerian Kesehatan. Sebagian besar pasien tidak mendapat cukup energi. Dengan rata-rata konsumsi energi hanya sekitar 1.386 kalori per hari, kebutuhan dasar tubuh mereka belum terpenuhi, padahal mereka sedang berjuang melawan infeksi serius.
Kekurangan gizi berdampak besar terhadap kemampuan tubuh melawan infeksi. Khususnya bagi penderita TBC-RO, kekurangan gizi dapat menyebabkan, antara lain, sistem imun melemah, sehingga sulit melawan infeksi, waktu penyembuhan lebih lama, respons terhadap obat menurun, risiko kambuh atau gagal pengobatan meningkat, meningkatnya risiko kematian. Asupan kalori, protein, dan lemak sangat penting untuk memperbaiki jaringan paru yang rusak serta mendukung efektivitas obat contohnya bedaquilin.
Semua pihak punya peran penting dalam menghadapi tantangan tantalaksana TBC-RO. Tantangan tersebut tidak bisa dilakukan sendirian. Bagi Pasien dan Keluarga, untuk berusaha memenuhi konsumsi makanan bergizi tinggi setiap hari, mengikuti edukasi gizi dari tenaga kesehatan, tidak melewatkan jadwal pengobatan. Bagi Tenaga Kesehatan, dapat aktif menilai status gizi pasien secara berkala, memberi konseling gizi yang praktis dan terjangkau, mendorong pasien untuk menjalani pola makan seimbang. Bagi fasilitas kesehatan (RS, puskesmas) dapat menyediakan menu makanan bergizi bagi pasien rawat inap, ataupun rawat jalan secara berkala, serta menyediakan layanan konseling gizi untuk pasien rawat jalan, berkolaborasi dengan program bantuan makanan jika tersedia. Bagi Kementerian Kesehatan, dapat mengintegrasikan dukungan gizi dalam program TBC nasional, menyusun pedoman khusus nutrisi bagi pasien TBC-RO, melakukan pelatihan tenaga kesehatan soal pentingnya gizi. Bagi pemerintah daerah & pusat, menyediakan bantuan sosial berbasis pangan bagi pasien TBC, menyediakan anggaran untuk makanan tambahan dalam pengobatan TBC, menghubungkan layanan kesehatan dengan program ketahanan pangan.
TBC-RO adalah penyakit yang komplek dan serius, dan pengobatannya tidak hanya membutuhkan obat-obatan, tetapi juga dukungan gizi yang memadai. Tanpa asupan nutrisi yang cukup, tubuh tidak akan memiliki kekuatan untuk melawan infeksi atau memulihkan kerusakan jaringan. Temuan penelitian ini adalah sinyal kuat bahwa semua pihak harus bertindak. Dengan kolaborasi antara pasien, tenaga medis, dan pemerintah, kita bisa meningkatkan angka kesembuhan pasien TBC-RO di Indonesia.memerangi TBC juga berarti memerangi kelaparan dan kekurangan gizi.
Sumber:
Mariana et al. Macronutrient intake among multidrug-resistant tuberculosis patients in three referral hospitals in Indonesia. 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar